Turki Diguncang Kontroversi Dunia Sepak Bola: Antara Histeria dan Harapan
Pakar Bola – Dunia sepak bola profesional Turki kembali diguncang kontroversi menyusul aksi-aksi yang menodai marwah olahraga. Setelah penundaan selama sepekan akibat serangan brutal seorang presiden klub terhadap wasit, liga kasta teratas Süper Lig kembali bergulir pada Selasa lalu, namun langsung dihiasi drama memalukan lainnya.
Sorotan utama tertuju pada İstanbulspor. Presis klub, Ecmel Faik Sarıalioğlu, menarik seluruh pemainnya keluar lapangan saat timnya tak diganjar penalti di pertengahan babak kedua melawan Trabzonspor. Kejadian ini memaksa pertandingan dihentikan.
Boğalar, tim papan bawah klasemen, gencar meminta penalti setelah terjadi benturan antara Batista Mendy dari Trabzonspor dan Florian Loshaj, gelandang İstanbulspor. Namun, wasit tak meniup peluit. Alih-alih, tim tamu justru mencetak gol cepat di menit ke-68 lewat sundulan Paul Onuachu, membuat kedudukan menjadi 2-1.
Tak terima, Sarıalioğlu melangkah ke lapangan dan memerintahkan para pemainnya meninggalkan pertandingan pada menit ke-73. Bek İstanbulspor, Simon Deli, terlihat berlutut memohon kepada Sarıalioğlu agar tim tetap bertanding, namun sia-sia. Para pemain menuruti perintah sang presiden dan masuk ke ruang ganti, disusul para wasit tak lama kemudian.
Nasib pertandingan ini kini ada di tangan Federasi Sepak Bola Turki (TFF). Menurut peraturan TFF, “Tim yang meninggalkan pertandingan akan dinyatakan kalah secara default, dan poin yang seharusnya diberikan untuk kemenangan akan dikurangi dari poin yang sudah ada.”
Kejadian ini jelas merugikan İstanbulspor, yang saat ini duduk di dasar klasemen dan terpaut lima poin dari Pendikspor di peringkat 19. Aksi walk-out tersebut bisa semakin tipis harapan mereka terhindar dari degradasi.
“Hari yang menyedihkan bagi sepak bola… Kami akan menunggu keputusan federasi soal hasil pertandingan,” ujar pelatih kepala Trabzonspor, Abdullah Avcı, pasca-pertandingan.
Di tempat lain, pertandingan pembuka Süper Lig pasca-penundaan juga diwarnai drama, meski tak seheboh di İstanbul. Başakşehir menjamu Sivasspor di stadion yang nyaris sepi di pinggiran Istanbul. Sebelum kick-off, anak-anak dengan kaus bertuliskan “respek” dalam bahasa Turki menyerahkan bunga kepada para wasit.
Pelatih tuan rumah, Çağdaş Atan, absen di pinggir lapangan karena akumulasi kartu kuning. Sementara itu, keputusan wasit turut memengaruhi jalannya pertandingan. Dua penalti diberikan kepada Başakşehir, keduanya sukses dieksekusi striker asal Polandia, Krzysztof Piątek. Gol Boz Baykuşlar pada menit ke-62 sempat dianulir karena offside, namun kemudian disahkan lewat VAR.
Pasca-pertandingan, Piątek dengan wajah menyindir mengatakan kepada CNN bahwa kualitas kepemimpinan wasit “bisa lebih baik, tapi ya tidak apa-apa.”
Manajer Sivasspor, Servet Çetin, juga angkat bicara soal perwasitan di Süper Lig. Ketika ditanya CNN apakah budaya dunia sepak bola Turki memiliki masalah dengan respek terhadap wasit, Çetin menjawab, “Kami mencoba bersikap respek dan penuh kasih kepada semua wasit. Kadang, kami marah. Tapi itu biasa dan akan berlalu.”
“Hari ini saya berharap para wasit dapat membuat keputusan yang adil. Jika tidak, mereka akan mendapat reaksi dari fans Sivasspor. Ini seperti akumulasi. Lama-lama jadi kemarahan,” tambahnya. “Ada kesalahan-kesalahan yang terjadi di negara kita, yang tak ada di Eropa.”
Murat Fevzi Tanırlı, mantan wasit profesional Turki yang kini menjadi kolumnis dan komentator olahraga, mengatakan kepada CNN, “Turki jauh lebih buruk dalam hal respek terhadap wasit dibandingkan negara lain di dunia.”
Pernyataan Tanırlı seolah terbukti akurat beberapa pekan lalu ketika presiden klub Ankaragücü, Faruk Koca, menerobos lapangan dan memukul wasit Halil Umut Meler di wajah, membuatnya memar mata dan mengalami retak tulang tengkorak ringan, menurut Menteri Kehakiman Turki Yılmaz Tunç.
Setidaknya dua orang lainnya juga menendang sang wasit saat terjatuh, dan tiga orang, termasuk Koca, ditangkap pihak berwenang Turki. Koca sendiri membantah telah memukul Meler, berdalih hanya “menampar” wajah wasit, namun dia mengundurkan diri dari jabatan presiden klub pada 12 Desember demi “menghindari kerugian lebih lanjut bagi klub Ankaragücü, fans Ankaragücü, dan komunitas tempat saya berada.”
Source : CNN Sports